Sabtu, 01 Oktober 2011

Klub Tuding Konspirasi


Masuknya enam klub tambahan bermain di level tertinggi membuat kontestan Indonesia Super League (ISL) kecewa. Mereka tak habis pikir menyikapi kebijakan PSSI yang memutuskan 24 klub akan berlaga di ISL musim 2011/2012.

Keberatan kontestan sebenarnya bukan terkait jumlah peserta, karena jumlah 24 klub direstui Federasi Sepak Bola Asia (AFC). Permasalahan yang dikeluhkan adalah masuknya PSM Makassar, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro. Tiga klub itu dianggap tak layak karena bermain di Liga Primer Indonesia (LPI) musim lalu.

Ketegangan semakin diperparah setelah PSSI memasukkan PSMS Medan, Persebaya Surabaya, dan Bontang FC. Padahal, mereka seharusnya bermain di Divisi Utama musim ini.

Masuknya keenam klub itu membuat klub-klub lain merasa tersakiti. Mereka menilai ada skenario di balik penunjukan keenam klub itu masuk ke level tertinggi. Bahkan, PSSI di bawah komando Djohar Arifin Husin dituding selalu mencari alasan aneh.

Persik Kediri menjadi salah satu yang merasa disakiti dengan ketetapan tersebut. Klub berjuluk Macan Putih ini awalnya begitu yakin bermain di level satu. Optimisme itu dilihat dari hasil verifikasi PSSI yang diserahkan ke AFC. Saat itu, klub besutan Jaya Hartono itu termasuk dari enam klub yang lolos verifikasi AFC.

Persik mendapat poin 95,6 poin. Sementara lima klub lainnya seperti Persibo meraih total nilai 95,6,PSIS Semarang (92,3), Persikota Tangerang (96), Persis Solo (96,7), dan Persebaya Surabaya (95,7). Logikanya, Persik pantas bermain di level satu, karena lolos verifikasi AFC.

”Karena sudah pasti bermain di Divisi Utama dan tidak tahu kapan dimulai, kami terpaksa menghentikan latihan yang berjalan sebulan. Kami sudah menghabiskan dana sia-sia sampai Rp15 juta, karena sampai saat ini belum ada kejelasan. Karena itu,kami menyerahkan kepada pemain melakukan pilihan,” ungkap Barnadi, Sekretaris Umum (Sekum) Persik.

Masuknya enam klub tambahan juga menimbulkan kecemburuan antar klub. Salah satu klub yang sangat mempertanyakan kebijakan itu adalah Persidafon Dafonsoro. Salah satu klub asal Papua ini pantas cemburu karena mereka harus berjuang selama 30 tahun lamanya agar bermain di kasta tertinggi, sedangkan enam klub tersebut bagaikan mendapat durian runtuh bermain di kompetisi level satu.

”Keputusan pengurus PSSI sangat terlihat jika ada kepentingan yang ingin sekali diselamatkan. Kita bisa sama-sama rasakan kalau pengurus ingin menyelamatkan klub LPI. Ini bukan memajukan persepakbolaan Indonesia namanya. Ini adalah keputusan yang otoriter dan egois, karena mereka tanpa mempunyai alasan tepat,” papar Manajer Persidafon Iwan Nazarudin.

Sementara itu, total kontestan yang menggelembung menjadi 24 dinilai akan membuat pengeluaran klub menjadi membengkak. Hal itu disadari manajemen Persiwa Wamena. Kesulitan semakin mencekik setelah klub tidak boleh lagi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

”Dengan 18 klub saja, kami mengalokasikan minimal Rp7 miliar untuk akomodasi tandang. Kalau sekarang menjadi 24 klub, kami harus siapkan minimal Rp10 miliar. Dengan begitu, kebutuhan kami membengkak menjadi Rp26 miliar dari kebutuhan semula Rp20 miliar. Jelas ini sangat berat untuk klub,” tutur Asisten Manajer Persiwa Agus Santoso.

Menanggapi lolosnya enam klub tersebut, Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Sihar Sitorus tak bisa menjawab. Pria yang juga ketua koordinator kompetisi ini menyatakan PSSI tidak bisa lagi melanjutkan masalah terpilihnya keenam klub itu berkompetisi di level tertinggi.

”Soal keenam tim itu sudah berlembarlembar kami sampaikan alasannya dan sudah tidak bisa lagi menyampaikan alasan apa yang kami ambil. Keputusan itu sudah tetap,” ungkap Sihar di Kantor PSSI, Jakarta, kemarin.

sumber: bolaindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar