Sabtu, 01 Oktober 2011

Satu Musim 1.104 Laga


Keputusan PSSI menetapkan jumlah peserta Liga Super Indonesia (LSI) 2011/2012 menjadi 24 klub ibarat mengali lubang kuburan sendiri. Bukan masalah melanggar statuta atau bukan, tapi efek sampingnya bakal lebih parah: misi sebuah kompetisi ternodai. Tak salah jika sejumlah klub mengecam keputusan PSSI melakukan penambahan jumlah peserta LSI dari 18 klub menjadi 24 klub.

Terlepas dari perdebatan melanggar statuta atau mencederai rasa keadilan karena enam tim tambahan diloloskan, format kompetisi dengan jumlah 24 klub jelas membawa mimpi buruk bagi kompetisi sepak bola negeri ini.

Dengan 24 klub berarti setiap klub selama satu musim harus menjalani 46 pertandingan. Dalam setengah musim ada 552 pertandingan dan total selama satu musim kompetisi digelar 1.104 pertandingan. Artinya, jumlah pertandingan LSI bakal mengalahkan liga-liga di Eropa.

Bahkan, Liga Inggris saja menggelar 380 pertandingan dalam setengah musim atau total 760 laga. Liga Super Indonesia mencatatkan diri sebagai kompetisi terpanjang di dunia! Jangan bangga dulu dengan gelar terpanjang di dunia itu. Imbas dari banyaknya pertandingan jelas membuat kompetisi bakal lebih lama.

Meski belum ada jadwal resmi, estimasinya bakal memakan waktu hampir setahun penuh. Hitungan kasarnya dalam satu tahun terdapat 48 pekan. Dengan setiap klub bermain 46 pertandingan maka setiap pekan harus melakukan pertandingan.

Satu pekan satu pertandingan jelas tidak mungkin dilakukan di negeri ini. Sebab, sudah pasti terpotong libur bulan puasa dan hari raya selama sebulan lebih. Itu belum lagi agenda timnas Indonesia, termasuk digelarnya SEA Games Desember mendatang, kompetisi juga dipastikan vakum.

Tidak hanya itu, kendala nonteknis yang kerap terjadi di Indonesia seperti bencana alam maupun kerusuhan yang kerap membuat sejumlah pertandingan harus tertunda. CEO PT Liga Prima Indonesia Widjajanto beberapa waktu lalu mengakui jika dengan format 24 klub maka kompetisi akan berakhir pertengahan November 2012 atau 13 bulan.

Padahal, sesuai aturan AFC, kompetisi paling maksimal dilakukan 10 bulan dan 8 bulan. Dampaknya tidak hanya keuangan pengurus klub yang terkuras karena harus mengeluarkan biaya tambahan buat mengaji pemain. Tapi, lebih buruk lagi, Indonesia tidak akan punya wakil di ajang Asia Champions League (ACL) dan Piala AFC jika kompetisi berakhir November tahun depan.

”PSSI sebaiknya mempertimbangkan durasi kompetisi selama itu mungkinkah tidak bertabrakan dengan ACF dan Piala AFC karena jika sampai ACL dan Pial AFC belum ada juaranya, Indonesia tidak ada wakilnya,” ujar Ketua Umum Deltras Mafiron.

Jika sampai itu terjadi, lanjut Mafiron, kompetisi yang digelar selama setahun lebih dengan biaya lebih besar dari musim lalu dipastikan sia-sia.

”Itu sama saja tidak menghargai jerih payah klub yang sudah mengeluarkan uang banyak untuk kompetisi, tapi mereka tidak punya kesempatan tampil di level Asia. Bagi Indonesia, juga rugi tidak bisa menampilkan timnya untuk membawa nama negara,” ucapnya.

Menurut Manajer Deltras Yudha Pratama, kompetisi musim depan bakal memakan biaya besar. Untuk kompetisi yang molor dua bulan minimal klub harus mengeluarkan biaya tambahan gaji pemain berkisar Rp5 miliar. ”Gaji pemain sudah pasti membengkak, karena acuan kontrak sesuai aturan AFC. Belum biaya pengeluaran lainnya,” katanya.

Bukan hanya itu, penerapan 24 tim ini juga mengacaukan sistem degradasi dan promosi. Sebab, jika musim berikutnya menerapkan 18 klub, akan ada delapan tim terdegradasi dengan acuan dua tim promosi di dari Divisi Utama. Lazimnya di kompetisi negara mana pun, tim degradasi bekisar dua sampai empat klub.

sumber: bolaindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar